Nurfachri Wardana
XII IPA 4
16
Bukan Sebuah Akhir
Pagi yang cerah, suara mobil berbunyi diluar pagar menandakan bahwa ibu
sudah datang. Suaminya pun mulai naik darah. Aku hanya berdiam diri dikamar
sedangkan kakakku yang bernama Rian sedang keluar, dari kemarin juga belum
datang-datang. Ibu berjalan menuju pintu dengan gaya pincang, sepertinya ibu
sedang mabuk. Ayah dengan nada marah menariknya kedalam dan membawanya kekamar
mandi untuk menyadarkannya dari mabuk itu. Saya hanya mengintip dibalik pintu
kamar saya dengan perasaan prihatin dengan keluargaku sekarang ini.
Ayah yang dari tadi menahan
amarahnya sekarang melampiaskannya dengan satu pukulan dan dua pukulan yang
dibebankan kepada ibu. Diapun sadar dan berusaha memberitahunya bahwa ia tidak
tau apa-apa terhadap apa yang dilakukannya tadi malam. Tapi ayah tidak mau
mendengar dan melanjutkan perbuatan bejatnya tersebut. Aku yang mengintip dari
tadi hanya menahan air mata atas
perlakuannya atas ibu. Tiba-tiba ayah melihatku, dengan langkah yang keras dia
berjalan cepat ke arahku dan menyuruhku masuk kedalam kamar dengan nada keras.
Ayah juga sangat tidak suka kepadaku, sampai sekarang saya juga tidak tahu
kenapa beliau benci sama aku.
Keesokan harinya, hari ini sama seperti hari-hari kemarin, melanjutkan
aktivitas bersama. Dan aku pun pergi kesekolah dengan perasaan yang tidak
seperti biasanya sejak peristiwa tadi malam. Saya termasuk orang yang paling
pintar di sekolahku, tapi kedua orang tuaku tidak memperdulikannya, itu yang membuatku
sedih padahal aku sangat berusaha keras untuk mencapainya. Mereka hanya sibuk
atas pekerjaan kantor mereka dan hampir tidak pernah mengurusiku. Sedangkan
kakakku yang bernama Rian seorang Residivis penjara karena didakwa mengedarkan
sabu bebas melakukan apapun yang dia mau. Mungkin karena keluargaku termasuk
yang paling kaya di kompleksku, jadi kami orang yang sombong terhadap orang lain.
Disekolah, Aku mempunyai teman baik namanya Andi yang hidup didalam keluarga
yang cukup sederhana. Ia adalah murid teladan disekolahku, ia sangat bijaksana dan
dermawan. Terkadang saya lebih suka tinggal disekolah dibandingkan tinggal
dirumah.
Hari demi hari, aku melalui hari demi hari seperti biasanya, penuh dengan
air mata dan penderitaan.semua anggota keluargaku berkumpul dirumah termasuk
kakakku yang pulang larut malam tadi malam. Sampai bunyi telepon berbunyi,
kring kring. Akupun bergegas mengangkatnya.
“Halo, ini dari keluarga Safar, ini dari siapa?”
“Saya ingin bicara dengan pak safar bisa?”
“tentu saja pak” (dengan nada bingung)
Akupun berjalan cepat menuju kamar ayah dan memberitahu bahwa ada yang
menelpon. Aku hanya menguping di kamar dan mendengar pembicaraan ayah dengan
orang yang menelepon. Saya melihat ayah sangat frustasi dan sangat kebingungan
mendengar pembicaraan teleponnya. Aku sangat penasaran apa yang terjadi
barusan. Kulihat ayah langsung ganti baju dan bergegas kemobil dan menjalankan
mobilnya dengan cepat. Mungkin ada urusan kantor yang cukup mendesak
Sangat cepat waktu berkumpul dengan keluarga, tapi aku sudah merasa puas
biarpun cepat tapi itu begitu istimewa. Sedangkan kakakku sibuk dengan sesuatu
dikamar. saya merasa penasaran dengan apa yang kakakku lakukan di luar rumah
dan akupun mengikutinya.
Jalan kota Makassar sangat ramai siang hari itu Rian turun dari bus dan
menuju ke sebuah jembatan penyebrangan dan disitu kulihat banyak anak muda
berbaju rocker dan berpakaian tidak
rapi. Rian menunjukkan sesuatu kepada mereka dan tidak tahu kenapa mereka
langsung memukulinya. Hampir bersamaan ayahku terlihat menyebrang dari seberang
jalan dan ingin melihat keributan apa itu. Dan kaget melihat sosok seperti
anaknya sedang dikeroyok kumpulan preman. Aku hanya diam ditempat, takut akan
terjadi apa-apa denganku. Ayah menolong kakak dan memukuli semua preman itu,
tapi apa daya ayahpun kalah mungkin dia sudah tua dan tidak mampu lagi untuk
beradu fisik. Dan preman itu pun melarikan diri mendengar sirine polisi. Kakak
terbangun dan kaget melihat ayahnya tergeletak.
Akupun bergerak
dari persembunyianku dan menolong ayah yang lemas tak berdaya. Untung hanya
luka kecil.
Aku berpikir dalam hati.
“ternyata masih ada hati yang disimpan oleh ayah untuk anaknya yang kurang
ajar”
Aku terharu didalam hati karena telah melihat keteguhan hati seorang ayah
yang menolong anaknya.
Sampai dirumah, ibu tak terlihat batang hidungnya. Dirumah, pintu masih
terkunci dan lampu masih menyala. Mungkin ibu sedang bekerja hari ini. Aku dan
kakakku membaringkan ayah ketempat tidur. Dan tiba-tiba kakak berlari keluar
rumah sambil menahan air matanya. Tinggallah saya bersama ayah dirumah
sendirian. Dan merawat ayah dengan seorang diri
Keesokan harinya ibu pulang dan kaget ayah telah dibalut perban. Tapi ibu
masih acuh tak acuh terhadap keadaan suaminya tersebut. Aku hanya sedih melihat
pemandangan seperti itu. Kakakpun datang dan langsung masuk ke kamar ibunya dan
mencuri semua uang didalam lemarinya dan ibu tak bisa melakukan apa-apa
begitupun dengan ayah dan saya. Ternyata kakak masih berhubungan dengan preman
yang hampir mencabut nyawa ayah itu.
Akupun bergegas kesekolah untuk menuntut ilmu yang diberikan oleh guru.
Dan bertemu dengan Andi dan ternyata ia juga mendapatkan masalah yang hampir
sama dengan ku. Ia menceritakan semuanya dan akupun menceritakan semuanya juga
tentang masalahku. Mendengar ceritanya serasa persahabatan kami makin dekat.
Sore yang sunyi, dirumah kedua orang tuaku terlihat bicara satu sama
lain. aku mendengar pernyataan ibu tentang peristiwa yang terjadi beberapa hari
yang lalu. Ibu menjelaskan sedetil-detilnya hingga akhirnya ayahpun mengerti
dan memohon untuk menerima permintaan maafnya yang terlihat begitu tulus.
Keharmonisan hampir terlihat dalam keluarga kami.
Kakakku datang kerumah dan sambil berlutut di kaki ayah dan ibu sambil
menangis menyesali perbuatannya. Kakak melakukannya karena ia sudah jera
berhubungan dengan orang-orang itu. Ayah dan ibupun mengirimkannya kepusat
rehabilitasi narkoba untuk memulihkan psikologi dan akhlak anaknya tersebut.
Pada hari lain, Andi tak terlihat disekolah dan aku pergi kerumahnya.
Sesampai disana terdapat banyak pelayat yang berbaju hitam sambil menangis.
Ternyata ayah andi telah meninggal dunia. Andi terlihat sangat terpukul dan
sangat depresi karena ayahnya yang telah tiada itu ialah tulang punggung
kehidupan keluarganya. Saya berusaha menenangkan andi tapi andi masih tetap
menangis, lalu dia mengusirku untuk keluar dari rumahnya dengan nada yang keras
dicampur sedih.
“keluar! Keluar dari rumahku!”
“tapi.. kenapa??”
Tanpa basa-basi dengan perasaan
yang masih bingung aku bergegas keluar dari rumah andi. Dan sejak itu ia terus
tidak datang kesekolah. Seringkali saya berkunjung kerumahnya dan masih tidak
ada orang disana. Lalu aku berpikir bahwa aku telah kehilangan sahabat terbaik
yang pernah ada selama kehidupanku.
Berbulan-bulan kemudian, sekolah tampak sunyi tanpa kehadiran andi, dan
besok sudah ujian SNM PTN. Aku meminta restu kepada kedua orang tua yang
tampaknya sudah mesra sejak rian telah insyaf dari perbuatannya.
Keesokan paginya, aku mencium tangan orang tuaku yang sudah lama aku tak
merasakannya dan memberi salam kepada keduanya, mereka pun tersenyum lebar
melihat saya berjalan menuju tes SNM PTN. Pada saat tes tidak ada rasa gelisah
yang menyelimuti perasaanku karena rasa gelisah itu telah tiada. Aku
mengerjakan soal dengan cukup baik. Dan pulang dengan senyum lebar.
Ketegangan menyelimuti untuk menunggu hasil dari tes tersebut. Dan pada
saat hari itu tiba, saya dapat nilai yang cukup memuaskan dan lulus di PTN
favorit keinginan saya. Orang tua saya sangat bangga akan usaha yang sudah saya
lakukan. Tapi tetap saja kesibukan masih ada pada orang tuaku dan bergegas
untuk bekerja.
Beberapa bulan kemudian , kedua orang tuaku keluar kota untuk memenuhi
panggilan tugas dari presiden RI, Pada saat kedua orang tuaku berkendaraan
dengan mobil. Tiba-tiba bencana itu terjadi, mobil kedua orang tuaku terjun
kesungai dan jasadnya tidak dapat ditemukan. Saya yang hanya menunggu dirumah
untuk menanti kedatangan mereka tidak tahu apa-apa sampai pada suatu malam,
perasaanku tidak enak. Padahal esok harinya saya telah memulai kuliahku di PTN
favorit itu.
Hari demi hari, sampai pada hari kedatangan orangtuaku dari luar kota
saya menunggu mereka dengan antusiasme yg cukup tinggi karena mereka tak sempat
merasakan kebahagiaan saya memulai kuliah pertama kalinya. Matahari mulai
terbenam dan orangtuaku belum datang-datang. Saya menyalakan TV dan ada kabar
berita bahwa mobil yang mirip mobil kedua orang tuaku terjun kesungai dan
jasadnya telah ditemukan serta identitas jasad tersebut terkuak. Saya kaget
melihat nama yang tertera di layar kaca. Dengan rasa percaya tidak percaya saya
mulai menitikkan air mata dan saya telah merasakan apa yang Andi rasakan,
ternyata begini rasanya. Sangat sedih dan terpukul telah melihat orang-orang
yang sangat termat sangat dekat sama saya telah meninggalkan saya untuk
selamanya. Padahal saya ingin membuat orangtuaku bangga atas prestasiku, tapi
apa daya tuhan berkata lain, saya belum sempat memberitahu kabar gembira
tersebut krn tuhan lebih menyayanginya.
Tahun ke Tahun, saya lulus sebagai wisudawan terbaik di Universitas saya.
Saya iri melihat, para wisudawan bergandengan tangan dengan orang tua mereka
masing-masing dengan rasa yang amat bangga. Saya sempat mengkhayal jika kedua
orangtuaku bisa hadir ditempat ini, pasti mereka sangat bangga dengan saya.
Saya ditawari berbagai banyak pekerjaan yang berlevel tinggi. Dan sayapun
bekerja di London, inggris sebagai kepala sebuah perusahaan terkemuka disana.
Sedangkan kakakku telah sukses di Indonesia sebagai pesepakbola professional
dan sering kali bermain di inggris dan bertemu dengan saya. Andi masih tidak
ada kabar yang sampai disaya.
Pada suatu hari saya jalan-jalan mengelilingi keindahan kota dan bertemu
sosok yang pernah kukenal sebelumnya, ia mengenakan jas rapid an berdasi dan
berbusana seperti seorang pengusaha sukses. Ternyata ia adalah Andi.
“oh, anda orang Indonesia?”
“tentu”
“sepertinya saya pernah mengenal anda”
“saya juga berpikir seperti itu”
“ oh ternyata kau Andi, hhaha”
Kami pun bercanda tawa dan mengenang masa lalu yang rumit.
Keluargakupun hidup bahagia, begitupun dengan teman terbaikku. Dan saya
harap orang tuaku hidup bahagia di alam sana.